ENDE, FBC- Desiran angin sepoi menghembus kalbu,
bunyi sayup gesekan daun pepohonan cemara akibat tiuapan angin membias
indra pendengar dengan sangat jelas. Dari balik bukit pegunungan nan
jauh di sana, mentari pagi mengintip dengan senyum sinarnya. Welcome to Kelimutu National Park, demikian sederetan huruf bercat kuning menempel rapi di dinding Gapura, pertanda berdiri sebuah gerbang menuju Kelimutu.
Di tempat ini, semua pengunjung wajib membayar tiket masuk, inilah satu-satunya jalan utama bagi para pengunjung menuju Danau Tiga Warna, Kelimutu,yang
berada 1640 dpl itu. Aneka tumbuhan hijau berbaris rapi di pinggir kiri kanan jalan, semua serba hijau, tumbuhan semak, pepohonan ampupu, cemara, pisang dan berbagai jenis tumbuhan lainnya seakan menyapa tiap pengunjung yang datang dengan pancaran kehijauannya.
Tak ketinggalan aneka jenis burung dan binatang hutan bersorak riang menyambut pagi, hari baru. Lantunan lagu pujian, suara binatang dialamatkan bagi Dia yang telah menghadirkan semua ini ada serentak mengucapkan selamat datang bagi para penikmat keindahan Kelimutu.
Kicauan dan pancaran alam yang ada di sikitarnya seakan menyapa, mari dan masuklah ke rumah kediaman kami, Kelimutu. Dari rentetan bebunyian, satu yang khas dan unik, tak ada di dunia lain adalah kehadiran suara merdu,, kicauan Burung Gerugiwa.
Punya Suara yang Merdu
Burung Gerugiwa dengan nama latin Pachycephala nudigula nudigula mempunyai suara sangat merdu. Masyarakat lokal Suku Lio menyebut burung yang satu ini dengan nama lain burung arwah. Alasan disebut demikian karena jarang sekali menampakan dirinya, tak semua orang mampu menemukan burung yang satu ini.
Burung ini hadir dengan suaranya yang merdu berkicau dengan menghasilkan 15 jenis suara bahkan lebih secara berbeda-beda. Oleh karena sulit menemui dan tak semua orang mampu berjumpa dengannnya masarakat setempat menyebutnya dengan burung arwah atau gerugiwa.
Salah seorang tua adat, dan tokoh budayawan lokal, Donatus Male menuturkan bahwa Gerugiwa adalah salah satu jenis burung dengan nama yang khas. “gerugiwa adalah nama yang paling indah, paling sohor, agung, nama yang beda dengan jenis burung lain, tambahnya.
Hal ini bukan tanpa alasan secara etimologis, asal kata Gerugiwa terdiri atas dua suku kata, Geru dan Giwa. Dua kata ini secara terpisah memiliki makna dan arti yang berbeda, namun secara umum Geru berarti semacam jenis pohon jeruk, dengan nama nilu geru.
Namun pohon ini sangat beda dengan jeruk-jeruk lain, buahnya bisa menjadi pelumas untuk urut dan berbagai jenis obat-obatan, daunnya begitu wangi begitu pula buahnya, sehingga dijadikan sebagai bumbu untuk masak dan juga untuk penyedap rasa. Fungsi lainnya untuk menghilangkan kutu di kepala dan sejumlah jenis penyakit.
Sedangkan giwa: adalah anting emas yang berkilau, menyilaukan, indah permai. Jadi Gerugiwa berati burung yang indah permai, tiada duanya, suaranya merdu tak tertandingi, tak seekor burungpun yang mampu berkicau sepertinya, jelas Donatus.
Burung Arwah
Donatus yang juga seorang pensiunan guru ini mengugkapkan bahwa gerugiwa ini memiliki istana sendiri, memiliki sarang sebagai istana kehidupannya. Tak semua orang mampu menemukannya.
“Kai mera leka pu’u tubu kaju” dangan istilah adat tubu kai, tubu leka pu’u kaju, kanga leka kodo gada, artinya tempat atau istana Gerugiwa ada di pohon kayu, namun tidak semua pohon menjadi sarangnya, dan sulit untuk menemukan dimana letak sarangnya. Oleh karena kesulitan untuk menemukannya inilah masyarakat lokal menyebutnya dengan nama lain, burung arwah.
Menarik bahwa burung ini tidak ada di belahan bumi lain, penelitian LIPI bekerjasama dengan TNK kelimutu berdadarkan informasi dari buku TNK Kelimutu, spesies endemic burung ini hanya terdapat di Gunung Kelimutu,
Bentuk dan ukuran burung arwah ini, sebesar burung pipit. Warnanya pun beraneka. Bagian kepala berwarna hitam, leher berwarna merah, bagian perut berwarna kuning kehijauan dan bagian punggung dan sayap berwarna hijau, ukurannya sebesar burung pipit.
Kita hanya mampu mendengar dan jarang untuk bisa melihat dan menemukan burung ini, tempatnya tersembunyi namun kehadiranya telah mendendangkan seruan lagu yang mengisi ruang rindu dalam hati untuk menikmati keindahan alam Kelimutu.
Gerugiwa tidak semua waktu berkicau, Gerugiwa paling aktif bernyanyi pada pagi hari, pada waktu cuaca cerah, antara jam 06.00- 10.00. Kicauan burung ini dapat dinikmati mulai dari pintu masuk kawasan hingga puncak kelimutu.
Dengan kehadiran Gerugiwa yang hanya terdapat di sekitar gunung Kelimutu, tak ada di tempat lain di Nusabunga ini serta kepercayaan Suku Lio yang menegaskan bahwa danau tiga warna Kelimutu adalah tempat tujuan bagi arwah mereka yang meninggal. Setiap tanggal 14 Agustus sebanyak 17 komunitas adat penyangga gunung Kelimutu mengambil bagian untuk memberikan sesajian kepada dua bapu ata mata (nenek moyang, orang yang telah meninggal) di Gunungu Kelimutu.
Kelimutu memang menyimpan aneka misteri kehidupan manusia. Bila ada perubahan warna danau Kelimutu memberikan signal bahwa ada sebuah kejadian besar akan berlangsung di bumi Nusantara, atau dunia, begitu juga dengan Gerugiwa. Seruan dan kicauan burung yang berbeda-beda bisa menjadi petuah untuk para pendengarnya.
Donatus menuturkan bahwa tiap kicuan bila seseorang memasuki kawasan gunung akan memiliki makna untuk orang yang mendengarnya, namun tak semua orang mengerti. Kai latu Ola nau nena, (dia bisa memberikan petuah).
Ada suara yang mengisyaratkan tau peni nge wesi nuwa, gaga boo kewi ae ( untuk berhasil dalam karya dan pekerjaan) kadang latu eo tau ria dari nia bewa pase lae (nasihat untuk menjadi orang besar dan berpengaruh). Burung ini seperti membawa pesan untuk petunjuk masa depan bagi seseorang, tegas Donatus.
Oleh karena pemahaman ini, dan merasa tertarik keindahan nama gerugiwa ini, Donatus menjadikan sanggar asuhannya di bawah nama Gerugiwa, sanggar ini yang sudah beberapa kali mengikuti pentas di tingkat Kabupaten dan mewakili kabupaten Ende untuk pentas di Kupang, Lembata dan beberapa daerah lain. (Nando Watu)
Sumber: http://www.floresbangkit.com
Di tempat ini, semua pengunjung wajib membayar tiket masuk, inilah satu-satunya jalan utama bagi para pengunjung menuju Danau Tiga Warna, Kelimutu,yang
berada 1640 dpl itu. Aneka tumbuhan hijau berbaris rapi di pinggir kiri kanan jalan, semua serba hijau, tumbuhan semak, pepohonan ampupu, cemara, pisang dan berbagai jenis tumbuhan lainnya seakan menyapa tiap pengunjung yang datang dengan pancaran kehijauannya.
Tak ketinggalan aneka jenis burung dan binatang hutan bersorak riang menyambut pagi, hari baru. Lantunan lagu pujian, suara binatang dialamatkan bagi Dia yang telah menghadirkan semua ini ada serentak mengucapkan selamat datang bagi para penikmat keindahan Kelimutu.
Kicauan dan pancaran alam yang ada di sikitarnya seakan menyapa, mari dan masuklah ke rumah kediaman kami, Kelimutu. Dari rentetan bebunyian, satu yang khas dan unik, tak ada di dunia lain adalah kehadiran suara merdu,, kicauan Burung Gerugiwa.
Punya Suara yang Merdu
Burung Gerugiwa dengan nama latin Pachycephala nudigula nudigula mempunyai suara sangat merdu. Masyarakat lokal Suku Lio menyebut burung yang satu ini dengan nama lain burung arwah. Alasan disebut demikian karena jarang sekali menampakan dirinya, tak semua orang mampu menemukan burung yang satu ini.
Burung ini hadir dengan suaranya yang merdu berkicau dengan menghasilkan 15 jenis suara bahkan lebih secara berbeda-beda. Oleh karena sulit menemui dan tak semua orang mampu berjumpa dengannnya masarakat setempat menyebutnya dengan burung arwah atau gerugiwa.
Salah seorang tua adat, dan tokoh budayawan lokal, Donatus Male menuturkan bahwa Gerugiwa adalah salah satu jenis burung dengan nama yang khas. “gerugiwa adalah nama yang paling indah, paling sohor, agung, nama yang beda dengan jenis burung lain, tambahnya.
Hal ini bukan tanpa alasan secara etimologis, asal kata Gerugiwa terdiri atas dua suku kata, Geru dan Giwa. Dua kata ini secara terpisah memiliki makna dan arti yang berbeda, namun secara umum Geru berarti semacam jenis pohon jeruk, dengan nama nilu geru.
Namun pohon ini sangat beda dengan jeruk-jeruk lain, buahnya bisa menjadi pelumas untuk urut dan berbagai jenis obat-obatan, daunnya begitu wangi begitu pula buahnya, sehingga dijadikan sebagai bumbu untuk masak dan juga untuk penyedap rasa. Fungsi lainnya untuk menghilangkan kutu di kepala dan sejumlah jenis penyakit.
Sedangkan giwa: adalah anting emas yang berkilau, menyilaukan, indah permai. Jadi Gerugiwa berati burung yang indah permai, tiada duanya, suaranya merdu tak tertandingi, tak seekor burungpun yang mampu berkicau sepertinya, jelas Donatus.
Burung Arwah
Donatus yang juga seorang pensiunan guru ini mengugkapkan bahwa gerugiwa ini memiliki istana sendiri, memiliki sarang sebagai istana kehidupannya. Tak semua orang mampu menemukannya.
“Kai mera leka pu’u tubu kaju” dangan istilah adat tubu kai, tubu leka pu’u kaju, kanga leka kodo gada, artinya tempat atau istana Gerugiwa ada di pohon kayu, namun tidak semua pohon menjadi sarangnya, dan sulit untuk menemukan dimana letak sarangnya. Oleh karena kesulitan untuk menemukannya inilah masyarakat lokal menyebutnya dengan nama lain, burung arwah.
Menarik bahwa burung ini tidak ada di belahan bumi lain, penelitian LIPI bekerjasama dengan TNK kelimutu berdadarkan informasi dari buku TNK Kelimutu, spesies endemic burung ini hanya terdapat di Gunung Kelimutu,
Bentuk dan ukuran burung arwah ini, sebesar burung pipit. Warnanya pun beraneka. Bagian kepala berwarna hitam, leher berwarna merah, bagian perut berwarna kuning kehijauan dan bagian punggung dan sayap berwarna hijau, ukurannya sebesar burung pipit.
Kita hanya mampu mendengar dan jarang untuk bisa melihat dan menemukan burung ini, tempatnya tersembunyi namun kehadiranya telah mendendangkan seruan lagu yang mengisi ruang rindu dalam hati untuk menikmati keindahan alam Kelimutu.
Gerugiwa tidak semua waktu berkicau, Gerugiwa paling aktif bernyanyi pada pagi hari, pada waktu cuaca cerah, antara jam 06.00- 10.00. Kicauan burung ini dapat dinikmati mulai dari pintu masuk kawasan hingga puncak kelimutu.
Dengan kehadiran Gerugiwa yang hanya terdapat di sekitar gunung Kelimutu, tak ada di tempat lain di Nusabunga ini serta kepercayaan Suku Lio yang menegaskan bahwa danau tiga warna Kelimutu adalah tempat tujuan bagi arwah mereka yang meninggal. Setiap tanggal 14 Agustus sebanyak 17 komunitas adat penyangga gunung Kelimutu mengambil bagian untuk memberikan sesajian kepada dua bapu ata mata (nenek moyang, orang yang telah meninggal) di Gunungu Kelimutu.
Kelimutu memang menyimpan aneka misteri kehidupan manusia. Bila ada perubahan warna danau Kelimutu memberikan signal bahwa ada sebuah kejadian besar akan berlangsung di bumi Nusantara, atau dunia, begitu juga dengan Gerugiwa. Seruan dan kicauan burung yang berbeda-beda bisa menjadi petuah untuk para pendengarnya.
Donatus menuturkan bahwa tiap kicuan bila seseorang memasuki kawasan gunung akan memiliki makna untuk orang yang mendengarnya, namun tak semua orang mengerti. Kai latu Ola nau nena, (dia bisa memberikan petuah).
Ada suara yang mengisyaratkan tau peni nge wesi nuwa, gaga boo kewi ae ( untuk berhasil dalam karya dan pekerjaan) kadang latu eo tau ria dari nia bewa pase lae (nasihat untuk menjadi orang besar dan berpengaruh). Burung ini seperti membawa pesan untuk petunjuk masa depan bagi seseorang, tegas Donatus.
Oleh karena pemahaman ini, dan merasa tertarik keindahan nama gerugiwa ini, Donatus menjadikan sanggar asuhannya di bawah nama Gerugiwa, sanggar ini yang sudah beberapa kali mengikuti pentas di tingkat Kabupaten dan mewakili kabupaten Ende untuk pentas di Kupang, Lembata dan beberapa daerah lain. (Nando Watu)
Sumber: http://www.floresbangkit.com
artikelnya...mntapppp
BalasHapusMenambah pengetahuan
BalasHapus